Kamis, 11 Februari 2016

Istiqomah

Selama kurun waktu 2015, tidak pernah aku menceritakan permasalahan yang terjadi pada Citra Diary. Kali ini aku sempatkan bercerita tentang sebuah makna "istiqomah". 
Setelah peristiwa Sabtu lalu, dikala kami sedang syukuran atas ulang tahun Papa setelah itu seperti seorang yang kesurupan, Kakak perempuan tertuaku mau bunuh diri. Rasanya aku hampir tak percaya. Kejadian ini terulang lagi, sama persis seperti ketika Mamaku ingin melakukan hal yang sama. Dan permasalahan yang terjadi semua tentang duniawi, harta.

Betapa banyak seorang manusia yang bangga akan harta yang ada padanya, atau malah sebaliknya. Betapa banyak seorang manusia yang putus asa akan kehilangan harta yang ada padanya.

Kakakku ini sedang dalam usaha bisnis, kemudian satu dan lain hal bisnis yang dibina mengalami kerugian parah. Tak disangka membuat keluarga kecilnya terlilit hutang, sehingga tak sanggup membayar. Satu lubang ditutupi, timbul lubang yang lain. Tambal sulam ini membuat hutang semakin banyak dan menjerumuskan kakak saya pada lubang hitam "hutang". Klimaksnya adalah hari itu, ia seperti bukan ia.

Lalu aku bertanya tentang inti permasalah yang terjadi, bukan karena hutang masalahnya. Tetapi inti dari semuanya adalah rasa syukur, istiqomah dan keikhlasan kita menerima QODHO & QHODAR nya Allah. Karena nafsu yang berlebihan membuat seseorang sangat berambisi untuk "merangkul" dunia. Sebesar-besarnya tangan kita, tetap dunia tak akan pernah kita peluk,

Lalu aku mencari makna "istiqomah". Berikut adalah makna istiqomah yang disampaikan dalam Blog Istiqomah by Daarul Tauhiid.

"Sebuah sunatullah bahwa istiqomah adalah kekuatan, istiqomah itu mengundang karomah, kemuliaan para kekasih Allah, ciri khasnya ada dua:
1. Yakin. Orang yang istiqomah itu haqqul yakiin, Allah akan menurunkan malaikat yang buahnya adalah derajat kekasih Allah dalam situasi apapun, sekalipun jiwa taruhannya, dia tenang. Tenang ini tidak bisa diminta dari orang, tidak bisa dibeli. Tenang itu milik Allah.

"Huwalladzi andzala sakiinah fii qulubil mu`miniin," Dialah Allah yang menurunkan sakinah di hati orang yang beriman.

Orang yang dikaruniai ketenangan, jernih dalam segala kondisi itulah Rasulullah, para sahabat, para ulama yang benar-benar pecinta Allah. Orang yang istiqomah akan tidak ada takutnya dan tidak sedih dengan dunia berikut isinya.

2. Mendapat Keutamaan, seperti dalam QS Fusilat ayat 30:
"Sesungguhnya orang- orang yang mengatakan, 'Tuhan kami adalah Allah dan mereka istiqomah pada pendirian mereka maka para malaikat akan turun kepada mereka dan mengatakan jangan merasa takut dan jangan kamu merasa sedih, bergembiralah kamu memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu."

"Sesungguhnya orang yang mengatakan, 'Tuhan kami adalah Allah', kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Merekalah orang-orang yang mewarisi surga, kekal didalamnya sebagai balasan apa yang sudah dilakukan." (QS Al- Ahqof: 13-14)

Dalam salah satu hadits, salah satu sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Ya, Rasul ajarkan kepadaku agama Islam, ucapan yang mencakup seluruhnya sehingga aku tidak bertanya lagi kepadamu sesudah ini." Beliau menjawab, "Yakinlah kepada Allah dan istiqomah." (HR. Muslim)

Kalau orang sudah dapat keyakinan kepada Allah kemudian dia istiqomah dalam keyakinannya, istiqomah dalam amalnya, istiqomah dalam keikhlasannya, dapatlah dunia berikut isinya. Insya Allah derajatnya bisa mencapai derajat kekasih Allah.

Cara Agar Tetap Istiqomah
1. Menjiwai syahadat, Ashadu an laa illaha illAllah wa ashadu anna Muhammadarrosululloh. Syahadat yang bagus adalah hatinya benar-benar tidak menuhankan apapun selain Allah. Kalau sudah bulat hati ke Allah, maka mahluk, harta, kedudukan duniawi, popularitas tidak jadi sandaran. Makanya, setiap orang yang hatinya masih menganggap ada selain Allah yang bisa memberi nikmat, memberi karunia, memberikan manfaat maka amalnya ditujukan untuk sesuatu, ini sulit untuk istiqomah, karena sesuatunya itu akan berhenti juga, bisa berhenti memperhatikan, bisa berhenti memberi, dan sebagainya.
Berkahnya orang istiqomah itu dicintai Allah, selain dijaga malaikat dicintai Allah. Orang yang istiqomah itu kalaupun suatu saat Allah menahannya dari beramal, pahalanya insya Allah dapat. Misalnya kita istiqomah sholat jama`ah, lalu Allah menakdirkan sakit atau hujan lebat, itu pahalanya tetap dapat. Atau kita istiqomah tiap malam tahajud, suatu saat Allah memberikan tidur yang pulas karena capek habis belajar, habis kerja, itu tetap dapat pahala tahajud.

2. Pelajari ibadah yang paling membuat kita nyaman dan memahami ilmunya dengan baik. Ada orang yang mampu menghapal Al Quran dengan baik, ada orang yang bagus tahajudnya, ada yang bagus shaum Senin-Kamis atau shaum Daud-nya kuat, ada yang bagus wiridnya, ada yang bagus sedekahnya. Lakukan ibadah secara bertahap saja karena Allah juga sudah tahu persis keterbatasan kita, yang penting kualitasnya terjaga.

3. Pelajari dalil (ibadahnya) dengan baik dan amalkan, mencontoh Rasulullah yang saat mau tidur membaca doa, baca ayat Kursi, surat Al- Fatihah, Al- Ikhlas, Al- Falaq, An- Nas, lalu usap ke wajah. Gunanya melakukan itupun untuk keselamatan diri. Atau menjaga wudhu. Ini amalan para kekasih Allah, selalu menjaga diri suci. Siapa tahu nanti waktu sholat masuk kita tidak dapat air, kalau dalam keadaan wudhu kan lebih mudah.

4. Sering membaca kisah orang-orang soleh yang inspiratif, kisah para sahabat, ulama atau orang- orang yang memang memiliki ketenangan. Seperti Sayid Qutub yang menjelang wafat, sikapnya tetap tenang, jernih, wajahnya jernih walaupun dipukul, dicabuk, hanya menyebut nama Allah ketika mau diseret ke tiang gantungan.

5. Tidak bosan bertaubat. Dengan taubat, nanti hati makin bening, makin adem, makin ajeg, makin banyak yang bisa kita lihat dalam hidup ini. Kalau taubatnya bagus, rezeki nanti kelihatan, jalan keluar juga kelihatan. Persoalan pasti banyak, tapi jangan takut. Tidak ada yang harus kita takuti dengan persoalan kita, orang yang gelisah tuh pasti sebanding dengan tingkat kecintaannya kepada duniawi."

Atau berikut artikel tentang Istiqomah dari rumaysho.com

Keutamaan Orang yang Bisa Terus Istiqomah
Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.1 Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali.
Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala,
Yang dimaksud dengan istiqomah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:
[1] Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,
[2] Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Al Hasan dan Qotadah,
[3] Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan As Sudi.2 Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena semuanya tidak saling bertentangan.
Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka malaikat pun akan memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput3Janganlah takut dan janganlah bersedih”.
Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya.” Begitu pula mereka diberi kabar gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari berbagai macam kejelekan. 4
Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan hanya dikatakan ketika maut menjemput, namun juga ketika di alam kubur dan ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan keutamaan seseorang yang bisa istiqomah.
Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).”5
Yang serupa dengan ayat di atas adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14).
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَ – قَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ».
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.”6 Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya.”7
Pasti Ada Kekurangan dalam Istiqomah
Ketika kita ingin berjalan di jalan yang lurus dan memenuhi tuntutan istiqomah, terkadang kita tergelincir dan tidak bisa istiqomah secara utuh. Lantas apa yang bisa menutupi kekurangan ini? Jawabnnya adalah pada firman Allah Ta’ala,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ
Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 6). Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar (memohon ampun pada Allah).
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya” merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang menutupi kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah). Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan istiqomah (di jalan yang lurus).”8
Kiat Agar Tetap Istiqomah
Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh dalam keimanan.
Pertama: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.
Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut.
الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ )
Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.9
Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).” Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya.10
Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik.
Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.
Kedua: Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril)11 menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. 12 Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 44). Qotadah mengatakan, “Allah telah menghiasi Al Qur’an sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai obat penawar bagi orang-orang beriman.”13 Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, “Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”14
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.
Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah
Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. 15
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”16
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”17 Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”18
Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus ”futur” (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit.


Semoga tulisan ini kelak dapat mengingatkan saya, anda atau siapapun tentang makna istiqomah itu sendiri. Sehingga kita kuat dalam menghadapi apapun yang Allah berikan untuk kita. Aamiin Aamiin Ya Robbal Alamin.



Tidak ada komentar: